
Heroin atau putaw adalah narkoba yang diproses dari morfin, yaitu zat alami dari ekstrak benih biji tanaman poppy varietas tertentu. Menurut hasil survey BNN, heroin merupakan jenis narkoba peringkat ke-4 yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia.
Pada tahun 1898, perusahaan farmasi dari Jerman, Bayer memproduksi dan memasarkan heroin sebagai pengobatan untuk Tuberkulosis (TB), serta sebagai obat untuk kecanduan morfin. Heroin (seperti opium dan morfin) terbuat dari getah tanaman bunga poppy (opium). Kemudian, getah opium dikeluarkan dari kelopak bungga poppy. Setelah itu, opium akan disuling untuk membuat morfin, lalu disuling lagi menjadi berbagai bentuk heroin. Nama heroin diambil dari bahasa Jerman yaitu heroisch yang mengandung arti kepahlawanan. Selama tiga tahun setelah jenis narkotika ini ditemukan, heroin tidak diproduksi untuk komersil. Kemunculan heroin pada tahun 1898 sebagai obat batuk sirup. Kemudian heroin ini ditujukan untuk mengobati para pecandu morfin yang sudah akut di Amerika. Peningkatan kasus kecanduan morfin sudah terlihat sejak masuknya zat adiktif tersebut pada akhir abad 19.
Para pakar medis dan kimia kemudian mengkaji masalah ini. Kesimpulannya adalah, diasetilmofin yang terkandung dalam heroin dapat berpotensi menimbulkan efek ketergantungan yang lebih hebat dari morfin. Mereka menyebutkan bahwa saat heroin masuk ke metabolisme tubuh, zat aktif heroin langsung menyatu ke dalam aliran darah dan masuk ke otak sehingga menyebabkan euphoria. Penyuntikkan merupakan metode pemakaian heroin paling populer di kalangan pecandu. Caranya, heroin akan dicairkan melalui proses yang dikenal sebagai `freebasing`. Kemudian ditarik ke dalam jarum suntik, dan disuntikkan langsung ke dalam aliran darah. Karena kebiasaan buruk para pecandu heroin yang kerap berbagi jarum suntik, membuat mereka berisiko juga menyebarkan penyakit seperti HIV/AIDS dan hepatitis. Selain itu, bentuk lain dari penggunaan heroin adalah diendus atau sniffing, serta dijadikan rokok.
Heroin atau diamorfin adalah zat yang termasuk dalam golongan opioid. Opioid adalah obat-obatan yang digunakan untuk mengatasi nyeri hebat. Yang termasuk dalam golongan opioid, selain heroin, adalah kodein, metadon, dan morfin. Umumnya, dokter akan memberikan opioid pada pasien yang mengalami nyeri akibat kanker (cancer pain). Namun, karena beberapa efeknya, opioid, khususnya heroin sering disalahgunakan dan akibatnya bisa menyebabkan ketergantungan. Saat seseorang mengonsumsi heroin atau zat opioid lainnya, ia akan mengalami rasa nyaman, pernapasan lebih teratur, dan merasa lebih santai. Ketika ia mengonsumsi heroin pada waktu berikutnya, ia memerlukan jumlah yang lebih banyak untuk mencapai efek yang diinginkan. Semakin lama dosis heroin yang dikonsumsi akan semakin tinggi. Apabila seseorang mengonsumsi heroin dalam jumlah banyak dalam satu waktu maka ia akan mengalami intoksikasi atau overdosis, alih-alih mendapat efek yang diharapkan, penggunanya justru akan mengalami berbagai keluhan seperti tekanan darah turun, lemas, mual, muntah, hingga kehilangan kesadaran.
Tubuh manusia mengandung reseptor opiat di seluruh anatominya. Beberapa reseptor opiat ini mengontrol rasa senang, rasa sakit, dan emosional. Reseptor pecandu opiat sedang mencoba untuk terlibat ketika mereka menggunakan heroin. Nyeri pun berkurang dan otak menawarkan sensasi kesenangan atau euforia. Dampak seperti ini yang membuat para pecandu tak bisa lepas dari barang haram tersebut. Ada reseptor opiat lainnya di batang otak yang mengontrol fungsi yang tidak disadari, seperti tekanan darah dan pernapasan. Ketika seseorang menggunakan heroin, obat ini diubah menjadi morfin yang melekat pada semua reseptor opiat. Termasuk yang mengontrol pernapasan. Tidak ada cara untuk mengetahui berapa banyak heroin akan menyebabkan reseptor menjadi overload dan berhenti beroperasi pada waktu tertentu.
Efek ketergantungan heroin mencapai dua hingga empat kali lipat dibandingkan morfin. Ketersediaan heroin di seluruh dunia tidak lepas dari produksi tanaman opium di Segitiga Emas (Thailand, Laos, Myanmar) dan kawasan Sabit Emas (Afganistan, Iran dan Pakistan). Sebagian orang mungkin berpikir, dampak buruk heroin akan terjadi bila dikonsumsi dalam jumlah banyak. Namun, faktanya, konsumsi heroin menimbulkan sejumlah efek bagi tubuh. Beberapa diantaranya adalah pengguna bisa mengalami mulut kering, anggota tubuh terasa berat dan sulit digerakkan. Selain itu cenderung merasa mengantuk, mengalami gangguan mental singkat, mual, kulit terasa gatal, pernapasan cenderung lebih lambat, hingga konstipasi. Beberapa efek ini terjadi beberapa saat hingga beberapa hari setelah mengonsumsi heroin. Meskipun dalam dosis yang kecil, heroin dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Hal ini akan membuat penggunanya lebih mudah mengalami infeksi dan terserang penyakit lainnya. Setelah masuk dalam tubuh, heroin akan mengalami metabolisme di hati. Bila ini terjadi dalam waktu lama, maka hati akan bekerja keras sehingga berpotensi menjadi rusak. Tidak jarang pecandu heroin mengalami gangguan hati bahkan gagal hati dikemudian hari. Salah satu efek dari penggunaan heroin adalah konstipasi. Konstipasi dapat terjadi sesaat setelah mengonsumsi heroin dan setelah beberapa bulan kemudian. Gerakan usus akan cenderung lebih lambat akibat heroin. Akibatnya, feses akan banyak tertimbun di dalam usus dan terjadi konstipasi. Kemudian efek lain yang ditumbulkan, heroin bekerja pada sistem saraf pusat dan tak jarang memengaruhi pengaturan hormon. Bila dikonsumsi jangka panjang, heroin dapat menyebabkan penurunan hormon seksual sehingga penggunanya akan kurang bergairah secara seksual, tidak subur (infertilitas), menstruasi tidak teratur. Apabila dikonsumsi jangka pendek, heroin memang menyebabkan penggunanya lebih tahan terhadap sakit karena memang fungsi awalnya adalah penghilang nyeri. Namun, bila digunakan jangka panjang, heroin justru dapat menyebabkan gangguan saraf sehingga pecandunya akan lebih sensitif terhadap nyeri. Rangsangan sedikit saja pada kulit akan terasa sangat menyakitkan untuk pecandu heroin.
Untuk menghentikan kebiasaan menggunakan heroin, pecandu harus menjalani rehabilitasi jangka panjang. Meski sudah direhabilitasi, kemungkinan untuk kambuh tetap saja ada. Bahkan, karena rasa takut mereka berhasil berhenti dari perilaku buruknya tersebut, beberapa pecandu takut untuk mencoba dan memperbaiki kehidupannya. Mentalitas seperti ini sangatlah berbahaya. Karena setiap kali pecandu menolak untuk mencoba, mereka menempatkan diri dalam risiko dari faktor-faktor berbahaya lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan bantuan tenaga terlatih, profesional dan berpengalaman dalam proses pemulihannya. Jika para pengguna menjalani rehabilitasi dengan serius dan adanya semangat yang tinggi untuk pulih, maka diharapkan para pengguna tidak terjerumus kembali ke barang haram tersebut dan lebih waspada dan berhati-hati di lingkungan yang berpengaruh terhadap penyalahgunaan narkoba khususnya heroin.#warondrugs