
MARI KETAHUI TENTANG IPWL
Masyarakat khususnya pengguna Napza masih banyak yang tidak mengetahui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). IPWL merupakan institusi yang merehabilitasi pecandu melalui sinergi kepolisian dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. Upaya pencegahan peredaran narkotika dengan cara rehabilitasi di Indonesia tidak akan berhasil jika kementerian dan lembaga terkait tidak memiliki sinergitas yang sama melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). IPWL dibentuk berdasarkan Keputusan Menkes RI No.18/Menkes/SK/VII/2012. IPWL bertujuan merangkul pengguna atau pecandu narkoba, sebagai proses rehabilitasi. Dengan melapor ke IPWL, maka pecandu narkoba bisa terhindar dari jeratan hukum. Misalnya, dalam razia salah seorang pecandu kedapatan sedang menggunakan narkoba, maka ketika belum pernah melapor ke IPWL, pecandu akan terancam hukuman penjara maksimal 6 bulan.
Pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang tersebut ditegaskan, bahwa setiap pengguna Napza yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak mengedarkan atau memproduksi Napza, dalam hal ini hanya sebatas pengguna saja, maka mereka berhak mengajukan untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Dengan demikian, regulasi ini memberi kesempatan bagi para pecandu yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan Napza dapat direhabilitasi agar terbebas dari kondisi tersebut sehingga mampu kembali melaksanakan peran dan fungsi dalam hidup bermasyarakat.
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan kebijakan mengenai pelaksanaan wajib lapor yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika. Secara garis besar yang dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011 sebagai berikut:
- Pengguna, korban Penyalahguna, Pecandu Narkotika mendatangi Lembaga/Institusi Kesehatan atau Sosial yang ditunjuk untuk melakukan lapor diri.
- Mekanisme pertama adalah dilaksanakannya skrining awal (identitas, sejarah singkat penggunaan, riwayat pengobatan).
- Dilanjutkan dengan pelaksanaan asesmen (semi struktur wawancara dengan format khusus) yang bertujuan untuk melihat derajat keparahan pada klien bersangkutan.
- Hasil asesmen dijadikan dasar dalam penyusunan perencanaan terapi bagi klien bersangkutan. Terapi disini dapat berbentuk rawat jalan/ rawat inap. Catatan penting: perencanaan terapi merupakan sebuah kesepakatan antara Pihak penyedia layanan dengan klien bersangkutan.
- Penyerahan kartu lapor diri pada klien.
Wajib lapor sendiri diartikan sebagai kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada Institusi Penerima Wajib Lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.11 Dalam hal ini, Badan Narkotika Nasional (BNN) terus berupaya keras demi menyukseskan kampanye pencegahan penyalahgunaan Napza melalui gerakan rehabilitasi bagi 100 ribu korban. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan tempat rehabilitasi baik milik pemerintah maupun komponen masyarakat. Para pengguna Napza yang menginginkan sembuh dan langsung melapor ke BNN tidak akan dipidana (dipenjara). Rehabilitasi sosial dilaksanakan melalui Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Rehabilitasi dilaksanakan selama enam bulan sejak diluncurkan pada Januari 2015, bertujuan untuk abstinent dan perubahan menuju perilaku normatif serta mandiri bagi para pecandu dan penyalahguna Napza.
Pelayanan Di Institusi Penerima Wajib Lapor terdiri dari dua prosedur, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Prosedur Pelayanan di Institusi Penerima Wajib Lapor Bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang Datang Secara Sukarela (atas kemauan sendiri/orang tua/wali) sebagai berikut:
Asesmen, menggunakan Formulir Asesmen Wajib Lapor dan Rehabilitasi Medis.
- Tes urin (urinalisis) untuk mendeteksi ada atau tidaknya Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) dalam tubuh pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan Narkotika.
- Pemberian konseling dasar adiksi Narkotika, yang ditujukan untuk mengkaji pemahaman pasien atas penyakitnya serta pemahamannya akan pemulihan. Pemberian konseling dasar juga dimaksudkan untuk meningkatkan motivasi pasien dalam melakukan perubahan perilaku ke arah yang lebih positif.
- Pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan Narkotika yang memiliki riwayat penggunaan NAPZA dengan cara suntik, diberikan konseling pra-tes HIV dan ditawarkan untuk melakukan pemeriksaan HIV dan/atau Hepatitis C sesuai kebutuhan.
- Pemeriksaan penunjang lain bila diperlukan.
- Penyusunan rencana terapi meliputi rencana Rehabilitasi Medis dan/atau sosial, dan intervensi psikososial.
- Rehabilitasi Medis sesuai rencana terapi yang dapat berupa rawat jalan (simtomatik atau rumatan) atau rawat inap.
- Prosedur Pelayanan di Institusi Penerima Wajib Lapor Bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang Sedang Menjalani Proses Penyidikan (Tersangka), Penuntutan atau Persidangan (Terdakwa)
- Prosedur Penyerahan Tersangka atau Terdakwa ke IPWL
- Penyerahan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum didampingi oleh pihak keluarga dan pihak Badan Narkotika Nasional (BNN)/Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP)/ -18- Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK) (bergantung pada tingkat perkara dan berita acara tersangka), dengan melampirkan rekomendasi rencana terapi Rehabilitasi Medis dari Tim Asesmen Terpadu.
- Serah terima tersangka atau terdakwa di IPWL yang ditunjuk harus disertai dengan pemberian informed consent, yakni persetujuan setelah mendapat informasi dari pihak lembaga rehabilitasi dari si tersangka atau terdakwa, disaksikan oleh penyidik atau penuntut umum dan pihak keluarga.
- Prosedur Rehabilitasi Medis Bagi Tersangka atau Terdakwa di IPWL
- Rehabilitasi Medis bagi tersangka atau terdakwa dilakukan dengan cara rawat inap atau rawat jalan, sesuai dengan permintaan resmi tertulis dari pihak kepolisian, BNN/BNNP/BNNK (penyidik), atau kejaksaan (penuntut umum) yang didasarkan pada rekomendasi rencana terapi rehabilitasi dari Tim Asesmen Terpadu, untuk jangka waktu rehabilitasi Medis rawat inap paling lama 3 (tiga) bulan.
- Dalam hal tersangka atau terdakwa menjalani terapi Rehabilitasi Medis rawat jalan, kewenangan menghadirkan tersangka atau terdakwa untuk mengikuti proses Rehabilitasi Medis terletak pada penyidik atau penuntut umum (bergantung pada tingkat perkara).
- Dalam hal tersangka atau terdakwa (pasien) menjalani terapi Rehabilitasi Medis rawat inap, maka selama menjalani penitipan di Rehabilitasi Medis, pasien:
- wajib mengikuti program yang ditentukan oleh IPWL tersebut;
- tidak membawa alat komunikasi; dan
- komunikasi dengan keluarga/pihak lain harus melalui tenaga kesehatan yang melakukan Rehabilitasi Medis.
- Bagi tersangka atau terdakwa yang melarikan diri, tidak patuh pada terapi (termasuk berhenti dari program), melakukan kekerasan yang membahayakan nyawa orang lain atau melakukan pelanggaran hukum, selama proses Rehabilitasi Medis, maka IPWL wajib memberikan laporan kepada pihak penegak hukum yang menyerahkan.
- Pihak IPWL memberikan informasi kepada instansi pengirim/penitip paling lama 2 (dua) minggu sebelum masa Rehabilitasi Medis selesai. Pasien yang telah selesai menjalani terapi Rehabilitasi Medis dijemput kembali oleh pihak yang menitipkan tersangka atau terdakwa (penyidik atau penuntut umum).
- IPWL menyerahkan resume akhir kegiatan terapi Rehabilitasi Medis.
- Pengamanan dan pengawasan tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di IPWL melibatkan pihak kepolisian.
Oleh karena itu, bagi masyarakat tidak perlu khawatir jika ada keluarga atau lingkungan yang menjadi penyalahguna narkoba, dikarenakan pemerintah sudah menyediakan suatu lembaga yang khusus menerima pelayanan terhadap penyalahguna narkoba, yaitu disebut dengan IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor).