
Tahun 2030 sampai dengan 2040, Indonesia akan menuju masa bonus demografi. Pada rentan waktu tersebut, diperkirakan penduduk usia produktif Indonesia akan mencapai 70 persen dari jumlah penduduk. Bonus demografi merupakan suatu kondisi dimana jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja (usia 15-64 tahun) lebih besar dibandingkan penduduk yang tidak produktif (dibawah 5 tahun dan diatas 64 tahun). Artinya, jika dikelola secara baik, bonus demografi akan menjadi keuntungan Indonesia karena pasar kerja akan didominasi oleh penduduk usia produktif.
Pada dasarnya bonus demografi berasal dari kata “Demographic Dividend” yang digunakan dalam Bahasa Indonesia adalah “Bonus Demografi”. Alasan penggunaan istilah bonus demografi karena penggunaan kata “bonus” dalam demografi sebagai upaya penyederhanaan istilah. Sedangkan pengertian bonus demografi itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah istilah dalam kependudukan yang menggambarkan jumlah usia produktif lebih besar dibandingkan dengan usia tidak produktif.
Pada saat ini, Indonesia termasuk salah satu “Pasar Narkoba” terfavorit bagi bandar Narkoba dunia. Terdapat banyak bandar Narkoba Internasional yang mengincar Indonesia untuk dijadikan fokus penjualan, salah satunya adalah dari Filipina. Dampak dari kebijakan keras Duterte, yakni tembak mati kepada pengedar Narkoba di Filipina nampaknya membuat para jaringan internasional Narkoba kocar-kacir dan mencari alternatif pasar di Indonesia. Dengan semakin ramainya pasar Narkoba di Indonesia, maka akan membahayakan keberlangsungan hidup bangsa ini. Akibatnya, bonus demografi akan berbalik menjadi petaka besar karena banyaknya generasi muda yang rusak masa depannya akibat Narkoba.
Dampak dari petaka besar di atas adalah Indonesia harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk “merawat” generasi muda yang “terlanjur” menjadi budak Narkoba. Hasilnya, kita akan kehilangan sebuah generasi demi cita-cita yang mulia menuju “Indonesia Emas pada tahun 2030”. Maka munculah pertanyaan, bagaimana dapat membangun generasi muda emas, jika mereka berperilaku malas, tidak produktif, dan bermental kriminal karena pengaruh Narkoba?
Untuk melemahkan sebuah negara, tidak harus selalu dengan menghancurkannya dengan pasukan atau senjata canggih, namun cukup merusaknya dengan perang tanpa bentuk (proxy war) sebagai senjata utama dalam melumpuhkannya. Sehingga dengan instrumen proxy war ini, lebih mudah dan murah, serta musuhnya pun tidak terlihat.
Melihat fenomena di atas, tentu bukan pekerjaan yang mudah dalam memberantas dan mencegah penyalahgunaan dan peredaran Narkoba. Tidak hanya pihak BNN dan Kepolisian saja yang berperan, mengingat luasnya wilayah dan terbatasnya personil yang ada untuk mengawasi darat, laut, dan udara wilayah Indonesia dari bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba.
Penyuluhan bahaya Narkoba memang sangat diperlukan, namun siapa yang akan menjamin bahwa para generasi muda di era milenial ini bisa terbebas dari jeratan Narkoba. Salah satu upaya preventif yang mungkin dapat dilakukan adalah dengan memperkuat dan membentengi generasi muda dan keluarga kita dari pengaruh masif Narkoba, yaitu dengan memperkuat fondasi agama di lingkungan keluarga. Dengan adanya pemahaman yang kuat tentang agama maka setiap generasi muda mempunyai benteng yang kuat dan terlindungi dari ancaman bahaya Narkoba. Selain itu, komunikasi yang baik terhadap sesama anggota keluarga juga sangat penting. Dimana salah satu pencegahan yang baik di mulai dari lingkungan keluarga. Apabila seluruh anggota keluarga mempunyai benteng yang kuat terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba maka akan terwujud masa depan generasi muda yang cerah dan bebas tanpa Narkoba.
“Saya ingin menegaskan bahwa penduduk Indonesia saat ini didominasi oleh generasi muda. Penduduk Indonesia adalah generasi muda. Generasi muda yang baru berkeluarga maupun yang akan berkeluarga,” ucap Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/1/2021).
“Banyak keluarga muda adalah mayoritas warga Indonesia sekarang ini dan ke depan, ya tahun 2030, 2035. Ini akan menjadi bonus demografi. Puncak bonus demografi itulah yang nanti mendominasi adalah keluarga-keluarga muda.”
Dimana sesuai dengan semboyan BNN saat ini, yaitu hidup seratus persen yang mengadung makna sadar, sehat, produktif, dan bahagia. Adapun penjelasannya adalah sadar akan bahaya Narkoba, sehat dengan melakukan olahraga dan makan makanan bergizi, produktif dalam setiap pekerjaan dan kegiatan serta hidup bahagia tentunya tanpa Narkoba. Berdasarkan semboyan tersebut, mengandung salah satu makna produktif, dimana apabila dikaitkan dengan bonus demografi adalah lebih besar angka usia produktif dibandingkan usia tidak produktif. Oleh karena itu, untuk mencapai bonus demografi tersebut maka seluruh masyarakat Indonesia tidak hanya mengenal semboyan BNN (hidup seratus persen) saja, namun makna hidup seratus persen tersebut dapat dipraktekkan secara berkesinambungan dalam setiap kegiatan sehari-hari sehingga bonus demografi dan Indonesia emas dapat terwujud.
Sumber:
https://www.liputan6.com/health/read/4394431/keberhasilan-pembangunan-pemuda-kunci-sukses-bonus-demografi